Wadokai Indonesia – Wado-ryu atau Wadoryu atau Wado Ryu (和道流) atau Wado, merupakan aliran Karate yang berasal dari Jepang. Aliran ini didirikan oleh Hironori Otsuka pada tahun 1934. Hironori Otsuka menggabungkan teknik dari seni bela diri Shindo Yoshin-ryu Jujutsu dengan seni bela diri Karate Okinawa yang dipelajarinya dari Funakoshi (pendiri Shotokan Karate), Kenwa Mabuni (pendiri Shito-ryu Karate), dan Choki Motobu (tokoh Okinawan Kenpo).
Sebagai pengakuan atas kontribusinya dalam mempopulerkan Karate dan Jujutsu, Hironori Otsuka diberikan penghargaan oleh Kaisar Jepang pada tahun 1970-an. Sebelum meninggal pada tahun 1982, dia dianugerahi gelar “Meijin Judan” (manusia bijaksana, DAN-10) oleh keluarga kaisar. Setelah kematiannya, organisasi Wado-ryu terbagi menjadi tiga yaitu Wado-ryu Renmei yang dipimpin oleh Jiro Otsuka, Wado Kokusai Renmei yang dipimpin oleh Tatsuo Suzuki, dan JKF-Wadokai yang dipimpin oleh alm. Eichi Eriguchi.
Wado-ryu diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1968 oleh Ir. Chaerul.A. Taman M.Eng. Ia saat ini menjabat sebagai Guru Besar Wado-ryu Karate-Do Indonesia (WADOKAI) dengan gelar Nanadan-Renshi (setingkat Professor Madya, DAN-7) dari markas besar JKF-Wadokai di Jepang. Ir. Chaerul.A. Taman juga merupakan salah satu pendiri FORKI pada tahun 1972, dan pendiri, guru besar, serta ketua penasihat Goshinbudo Jujutsu Indonesia Club (GBI). Beberapa karateka yang dilatih oleh WADOKAI telah meraih prestasi untuk Indonesia, seperti Tommy Firman yang menjadi juara WUKO dan Hasan Basri yang menjadi juara Asian Games.
Wado-ryu dikenal sebagai aliran karate yang juga memiliki elemen jujitsu. Dalam kurikulum Wado-ryu, juga diajarkan teknik jujitsu dari aliran Shindo Yoshin-ryu seperti yang disebutkan sebelumnya. Salah satu ciri khas Wado-ryu adalah adanya KATA berpasangan, mirip dengan jujitsu, yang melengkapi KATA individu seperti yang umum ditemui dalam aliran karate.
Wado-ryu merupakan aliran Karate yang unik karena akarnya berasal dari seni bela diri Shindo Yoshin-ryu Jujutsu, yang mencakup teknik kunci sendi dan lemparan. Oleh karena itu, Wado-ryu tidak hanya mengajarkan teknik Karate, tetapi juga teknik kunci sendi dan lemparan/bantingan Jujutsu.
Dalam pertarungan, praktisi Wado-ryu menggunakan prinsip Jujutsu dengan tidak ingin bertarung secara frontal dan lebih mengandalkan tangkisan yang mengalir (bukan tangkisan yang keras).
Mereka juga kadang-kadang menggunakan teknik Jujutsu seperti bantingan dan sapuan kaki untuk menjatuhkan lawan. Namun, dalam pertandingan yang diatur oleh FORKI dan JKF, praktisi Wado-ryu juga mampu menyesuaikan diri dengan aturan yang ada dan bertarung tanpa menggunakan jurus-jurus Jujutsu tersebut.
Beberapa KATA yang dilakukan dalam aliran Wado-ryu antara lain: Pinan 1-5, Naihanchi, Seishan, Chinto, Kushanku, Bassai, Rohai, Niseishi, Jion, Jitte. Ada juga beberapa versi Wado dari Kata Gojushiho, Matsumura Rohai, Suparimpei, dan Unsu, meskipun belum secara resmi diakui oleh semua perguruan Wado.
Sementara itu, KATA berpasangan yang diadopsi dari Jujutsu antara lain: Idori no Kata, Gyakunage no Kata, Fujin Goshinjutsu, Yakusoku Kihon Kumitegata, Tantodori, dan Shinken Shirahadori. Beberapa perguruan Wado juga menerapkan Ohyo Kumite dan Goshin Jutsu Ohyo, yaitu aplikasi dan variasi teknik-teknik Wado-ryu Karate dan Jujutsu dalam situasi pertarungan.
Dengan karakteristik uniknya, Wado-ryu merupakan aliran Karate yang menggabungkan elemen Jujutsu, dan ini menjadikannya berbeda dari aliran Karate lainnya.